Sejarah singkat Syech Ibrahim Asmoroqondi
Babad Risakipun Majapahit, dan Babad Cerbon menuturkan bahwa sewaktu Ibrahim Asmoro datang ke Champa, Raja Champa belum memeluk Islam. Ibrahim Asmoro tinggal di Gunung Sukasari dan menyebarkan agama Islam kepada penduduk Champa.Raja Champa murka dan memerintahkan untuk membunuh Ibrahim Asmara beserta semua orang yang sudah memeluk agama Islam. Namun, usaha raja itu gagal, karena ia keburu meninggal sebelum berhasil menumpas Ibrahim Asmoro dan orang-orang Champa yang memeluk agama Islam. Bahkan, Ibrahim Asmoro kemudian menikahi Dewi Candrawulan, puteri Raja Champa tersebut.Dari pernikahan itulah lahir Ali Murtolo (Ali Murtadho) dan Ali Rahmatullah yang kelak menjadi Raja Pandhita dan Sunan Ampel.
Menurut urutan kronologi waktu, Syekh Ibrahim Asmoroqondi diperkirakan datang ke Jawa pada sekitar tahun 1362 Saka/1440 Masehi, bersama dua orang putera dan seorang kemenakannya serta sejumlah kerabat, dengan tujuan menghadap Raja Majapahit yang menikahi adik istrinya, yaitu Dewi Darawati. Sebelum ke Jawa, rombongan Syekh Ibrahim Asimoroqondi singgah dulu ke Palembang untuk memperkenalkan agama Islam kepada Adipati Palembang, Arya Damar. Setelah berhasil mengislamkan Adipati Palembang, Arya Damar (yang namanya diganti menjadi Ario Abdullah) dan keluarganya. Syekh Ibrahim Asmoroqondi beserta putera dan kemenakannya melanjutkan perjalanan ke Pulau Jawa. Rombongan mendarat di sebelah timur bandar Tuban, yang disebut Gesik (sekarang Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban).
Pendaratan Syekh Ibrahim Asmoroqondi di Gesik dewasa itu dapat dipahami sebagai suatu sikap kehati-hatian seorang penyebar dakwah Islam. Mengingat Bandar Tuban saat itu adalah bandar pelabuhan utama Majapahit. Itu sebabnya Syekh Ibrahim Asmoroqondi beserta rombongan tinggal agak jauh di sebelah timur pelabuhan Tuban, yaitu di Gesik untuk berdakwah menyebarkan kebenaran Islam kepada penduduk sekitar. Sebuah kitab tulisan tangan yang dikenal di kalangan pesantren dengan nama Pesarean Usui Nem Bis, yaitu sejilid kitab berisi enam kitab dengan enam bismillahirrahmanirrahim, ditulis atas nama Syekh Ibrahim Asmoroqondi. Itu berarti, sambil berdakwah menyiarkan agama Islam, Syekh Ibrahim Asmoroqondi juga menyusun sebuah kitab.
Menurut cerita tutur yang berkembang di masyarakat, Syekh Ibrahim Asmoroqondi dikisahkan tidak lama berdakwah di Gesik. Sebelum tujuannya ke ibukota Majapahit terwujud, Syekh Ibrahim Asmoroqondi dikabarkan meninggal dunia. Beliau dimakamkan di Gesik tak jauh dari pantai. Karena dianggap penyebar Islam pertama di Gesik dan juga ayah dari tokoh Sunan Ampel, makam Syekh Ibrahim Asmoroqondi dikeramatkan masyarakat dan dikenal dengan sebutan makam Sunan Gagesik atau Sunan Gesik. Dikisahkan bahwa sepeninggal Syekh Ibrahim Asmoroqondi, putera-puteranya Ali Murtadho dan Ali Rahmatullah beserta kemenakannya, Raden Burereh (Abu Hurairah) beserta beberapa kerabat asal Champa lainnya, melanjutkan perjalanan ke ibukota Majapahit untuk menemui bibi mereka Dewi Darawati yang menikah dengan Raja Majapahit. Perjalanan ke ibukota Majapahit dilakukan dengan mengikuti jalan darat dari Pelabuhan Tuban ke Kutaraja Majapahit.
Wallahu A'lam Bishawab
Sumber Pusaka Jawatimuran
Komentar
Posting Komentar