Sejarah singkat Masjid Maulana Malik Ibrahim Pesucinan tertua dipulau Jawa
Berbicara tentang syiar dan penyebaran agama Islam di Indonesia, tidak lepas dari pembangunan masjid sebagai pusat dakwah oleh para penyebar agama Islam. Sejumlah masjid yang menjadi saksi bisu penyebaran agama Islam tercatat dengan tinta emas, namun ternyata ada beberapa yang nyaris terlupakan.
Salah satunya adalah Masjid Pesucinan yang terletak di Dusun Pesucinan, Desa Leren, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Tidak banyak catatan sejarah masjid peninggalan Syekh Maulana Malik Ibrahim tersebut.
Padahal, penduduk setempat mempercayai jika masjid tersebut merupakan masjid tertua di Pulau Jawa. Namun tidak ada catatan sejarah atau bukti lainnya yang menunjukkan anggapan tersebut.
Sebuah catatan sejarah mungkin dapat membuka mata banyak orang tentang kebenaran anggapan masyarakat setempat. Jika mengacu pada perjalanan Maulana Malik Ibrahim ke Pulau Jawa, maka daerah yang dituju pertama kali adalah Desa Sembalo yang berada dalam kekuasaan Majapahit, dan sekarang merupakan Desa Leran, Kecamatan Manyar, atau 9 kilometer utara dari pusat Kota Gresik.
Acuan itu, bisa dijadikan dasar kepercayaan masyarakat Desa Leran untuk menyebut Masjid Pesucinan sebagai masjid tertua di Pulau Jawa. Karena dalam sejarah Wali Songo, Sunan Gresik atau nama lain Maulana Malik Ibrahim merupakan wali yang tertua dari sembilan wali yang ada.
Dari data sejarah, kedatangan Maulana Malik Ibrahin itu ke Indonesia tercatat sekitar tahun 1389 Masehi. Saat menginjakkan kakinya di tanah Jawa, Maulana Malik Ibrahim langsung mendirikan masjid dengan nama Pesucinan. Nama masjid tersebut memiliki filosofi untuk menyucikan masyarakat setempat yang belum memeluk Islam. Daerah tempat berdirinya masjid tersebut hingga kini dikenal dengan nama Dusun Pesucinan.
"Dinamakan Pesucinan, karena masjid ini merupakan tempat menyucikan diri bagi warga yang akan masuk Islam, dan salah satu alat menyucikan adalah membasuh wajah dengan air kolam yang berada di samping masjid," kata Sujdito, salah satu jamaah masjid yang sudah menetap tujuh tahun di wilayah Dusun Pesucinan.
Bukti kolam yang konon buatan sendiri dari Mualana Malik Ibrahim dengan ukuran sekitar 3x3 meter itu, kini masih bisa dilihat dengan mata telanjang di samping masjid, meski telah dibangun kolam lain sebagai tempat wudu para jamaah.
Kebanyakan penduduk setempat mempercayai, jika kolam tersebut memiliki khasiat untuk penyembuhan berbagai penyakit karena rasa airnya berbeda dengan beberapa kolam yang ada di sisi kiri dan kanan masjid, bahkan berbeda dengan kolam atau sumur baru buatan warga.
"Air yang ada di kolam samping Masjid Pesucinan rasanya tawar, meski di sisi kiri dan kanan masjid dikelilingi tambak. Sedangkan apabila warga membuat kolam atau sumur baru, rasanya asin. Oleh karena itu, masyarakat setempat percaya jika kolam itu buatan asli dari kanjeng sunan," papar Sujdito.
Selain kolam, dua bukti peninggalan Maulana Maghiribi atau nama lain dari Maulana Malik Ibrahim yang masih tersisa di masjid itu adalah pucuk kubah masjid dan mimbar tempat penceramah.
Takmir Masjid Pesucinan, Abdul Rouf mengatakan, konstruksi mimbar masih dipercaya seperti aslinya, meski ada bagian-bagian yang telah beberapa kali diperbaiki dengan cara menambal bagian-bagian yang keropos.
Sementara pucuk kubah yang tetap diletakkan di atas masjid juga dipercaya peninggalan Maulana Maghiribi, meski secara keseluruhan bagian bangunan masjid telah mengalami perubahan, dan terakhir renovasi dilakukan pada tahun 2005.
Salah satunya adalah Masjid Pesucinan yang terletak di Dusun Pesucinan, Desa Leren, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Tidak banyak catatan sejarah masjid peninggalan Syekh Maulana Malik Ibrahim tersebut.
Padahal, penduduk setempat mempercayai jika masjid tersebut merupakan masjid tertua di Pulau Jawa. Namun tidak ada catatan sejarah atau bukti lainnya yang menunjukkan anggapan tersebut.
Sebuah catatan sejarah mungkin dapat membuka mata banyak orang tentang kebenaran anggapan masyarakat setempat. Jika mengacu pada perjalanan Maulana Malik Ibrahim ke Pulau Jawa, maka daerah yang dituju pertama kali adalah Desa Sembalo yang berada dalam kekuasaan Majapahit, dan sekarang merupakan Desa Leran, Kecamatan Manyar, atau 9 kilometer utara dari pusat Kota Gresik.
Acuan itu, bisa dijadikan dasar kepercayaan masyarakat Desa Leran untuk menyebut Masjid Pesucinan sebagai masjid tertua di Pulau Jawa. Karena dalam sejarah Wali Songo, Sunan Gresik atau nama lain Maulana Malik Ibrahim merupakan wali yang tertua dari sembilan wali yang ada.
Dari data sejarah, kedatangan Maulana Malik Ibrahin itu ke Indonesia tercatat sekitar tahun 1389 Masehi. Saat menginjakkan kakinya di tanah Jawa, Maulana Malik Ibrahim langsung mendirikan masjid dengan nama Pesucinan. Nama masjid tersebut memiliki filosofi untuk menyucikan masyarakat setempat yang belum memeluk Islam. Daerah tempat berdirinya masjid tersebut hingga kini dikenal dengan nama Dusun Pesucinan.
"Dinamakan Pesucinan, karena masjid ini merupakan tempat menyucikan diri bagi warga yang akan masuk Islam, dan salah satu alat menyucikan adalah membasuh wajah dengan air kolam yang berada di samping masjid," kata Sujdito, salah satu jamaah masjid yang sudah menetap tujuh tahun di wilayah Dusun Pesucinan.
Bukti kolam yang konon buatan sendiri dari Mualana Malik Ibrahim dengan ukuran sekitar 3x3 meter itu, kini masih bisa dilihat dengan mata telanjang di samping masjid, meski telah dibangun kolam lain sebagai tempat wudu para jamaah.
Kebanyakan penduduk setempat mempercayai, jika kolam tersebut memiliki khasiat untuk penyembuhan berbagai penyakit karena rasa airnya berbeda dengan beberapa kolam yang ada di sisi kiri dan kanan masjid, bahkan berbeda dengan kolam atau sumur baru buatan warga.
"Air yang ada di kolam samping Masjid Pesucinan rasanya tawar, meski di sisi kiri dan kanan masjid dikelilingi tambak. Sedangkan apabila warga membuat kolam atau sumur baru, rasanya asin. Oleh karena itu, masyarakat setempat percaya jika kolam itu buatan asli dari kanjeng sunan," papar Sujdito.
Selain kolam, dua bukti peninggalan Maulana Maghiribi atau nama lain dari Maulana Malik Ibrahim yang masih tersisa di masjid itu adalah pucuk kubah masjid dan mimbar tempat penceramah.
Takmir Masjid Pesucinan, Abdul Rouf mengatakan, konstruksi mimbar masih dipercaya seperti aslinya, meski ada bagian-bagian yang telah beberapa kali diperbaiki dengan cara menambal bagian-bagian yang keropos.
Sementara pucuk kubah yang tetap diletakkan di atas masjid juga dipercaya peninggalan Maulana Maghiribi, meski secara keseluruhan bagian bangunan masjid telah mengalami perubahan, dan terakhir renovasi dilakukan pada tahun 2005.
Sehingga, secara kasat mata masjid sudah tampak seperti masjid baru pada umumnya, ditambahi beberapa ornamen moderen berupa gapura masjid dan dihiasi ukiran arab.
"Sebelum dilakukan renovasi, lantai dasar masjid juga terbuat dari kayu. Namun kini sudah berubah keramik dan ditutup dengan karpet, sementara kayu-kayu yang asli sebagian ditaruh di Museum Gresik," papar Rouf yang sudah tujuh tahun menjadi takmir di masjid.
Ia mengatakan, sejumlah tim arkeologi dan purbakala juga pernah mendatangi masjid, kemudian mengamankan sejumlah barang peninggalan masjid guna penelitian, salah satunya bedug masjid yang telah disimpan rapi di museum.
"Kedatangan tim arkeolog dari Trowulan Mojokerto itu juga melakukan sertifikat tanah masjid sebagai peninggalan sejarah, sehingga meski telah dipugar, namun lokasi masjid masih diakui sebagai tempat bersejarah," ucapnya.
Bukti Prasasti
Sementara itu, Sejarahwan asal Gresik, Mustakim mengatakan, keberadaan Masjid Pesucinan, bisa disebut sebagai masjid tertua di Pulau Jawa, meski bukan yang pertama.
Ia mengatakan, ada dua sumber sejarah yang bisa dijadikan acuan, yakni sumber lisan yang merupakan cerita masyarakat, dan sumber tulisan berupa prasasti atau benda peninggalan yang ditemukan.
"Dalam tradisi lisan, masyarakat di wilayah Pesucinan secara turun menurun percaya keberadaan masjid ini sebagai bukti peninggalan Maulana Maghiribi," ujar Mustakim yang juga menjabat sebagai Ketua Masyarakat Sejarah Komisariat Gresik.
Bukti lain yang mendukung keberadaan masjid sebagai peninggalan sejarah adalah beberapa literatur yang menyebutkan jika penyebaran Islam di Tanah Jawa diawali dari Desa Leran.
Hal ini bisa dilihat dengan ditemukannya Prasasti Leran di nisan makam Fatimah binti Maimun yang wafat pada tahun 1082 masehi. "Fatimah merupakan pendakwah Islam pertama di Tanah Jawa, bahkan boleh jadi di Nusantara," tukasnya.
Berbagai pendapat lain menyatakan, jika kakek Fatimah bernama Hibatullah juga menetap di Leran dan menikah dengan wanita Desa Leran, bahkan dipercaya juga sudah membangun masjid.
"Dalam beberapa literatur, Islam masuk ke wilayah Gresik sekitar abad XI, dan bukti Prasasti Leran yang ditemukan di nisan makam Fatimah binti Maimun bisa dijadikan sebagai bukti tertua di Asia Tenggara," ujarnya.
Meski demikian, bukti sejarah lain masih perlu dicari dan digali, sehingga bisa memastikan keberadaan Masjid Pesucinan sebagai peninggalan Maulana Maghiribi.
Mustakim yang juga seorang penulis buku sejarah Gresik itu mengaku, telah beberapa kali menemukan bukti sejarah peradaban Islam di wilayah Kabupaten Gresik, sehingga bisa dipastikan Gresik adalah tujuan pertama para wali dalam menyebarkan syiar Islam.
"Sebelum dilakukan renovasi, lantai dasar masjid juga terbuat dari kayu. Namun kini sudah berubah keramik dan ditutup dengan karpet, sementara kayu-kayu yang asli sebagian ditaruh di Museum Gresik," papar Rouf yang sudah tujuh tahun menjadi takmir di masjid.
Ia mengatakan, sejumlah tim arkeologi dan purbakala juga pernah mendatangi masjid, kemudian mengamankan sejumlah barang peninggalan masjid guna penelitian, salah satunya bedug masjid yang telah disimpan rapi di museum.
"Kedatangan tim arkeolog dari Trowulan Mojokerto itu juga melakukan sertifikat tanah masjid sebagai peninggalan sejarah, sehingga meski telah dipugar, namun lokasi masjid masih diakui sebagai tempat bersejarah," ucapnya.
Bukti Prasasti
Sementara itu, Sejarahwan asal Gresik, Mustakim mengatakan, keberadaan Masjid Pesucinan, bisa disebut sebagai masjid tertua di Pulau Jawa, meski bukan yang pertama.
Ia mengatakan, ada dua sumber sejarah yang bisa dijadikan acuan, yakni sumber lisan yang merupakan cerita masyarakat, dan sumber tulisan berupa prasasti atau benda peninggalan yang ditemukan.
"Dalam tradisi lisan, masyarakat di wilayah Pesucinan secara turun menurun percaya keberadaan masjid ini sebagai bukti peninggalan Maulana Maghiribi," ujar Mustakim yang juga menjabat sebagai Ketua Masyarakat Sejarah Komisariat Gresik.
Bukti lain yang mendukung keberadaan masjid sebagai peninggalan sejarah adalah beberapa literatur yang menyebutkan jika penyebaran Islam di Tanah Jawa diawali dari Desa Leran.
Hal ini bisa dilihat dengan ditemukannya Prasasti Leran di nisan makam Fatimah binti Maimun yang wafat pada tahun 1082 masehi. "Fatimah merupakan pendakwah Islam pertama di Tanah Jawa, bahkan boleh jadi di Nusantara," tukasnya.
Berbagai pendapat lain menyatakan, jika kakek Fatimah bernama Hibatullah juga menetap di Leran dan menikah dengan wanita Desa Leran, bahkan dipercaya juga sudah membangun masjid.
"Dalam beberapa literatur, Islam masuk ke wilayah Gresik sekitar abad XI, dan bukti Prasasti Leran yang ditemukan di nisan makam Fatimah binti Maimun bisa dijadikan sebagai bukti tertua di Asia Tenggara," ujarnya.
Meski demikian, bukti sejarah lain masih perlu dicari dan digali, sehingga bisa memastikan keberadaan Masjid Pesucinan sebagai peninggalan Maulana Maghiribi.
Mustakim yang juga seorang penulis buku sejarah Gresik itu mengaku, telah beberapa kali menemukan bukti sejarah peradaban Islam di wilayah Kabupaten Gresik, sehingga bisa dipastikan Gresik adalah tujuan pertama para wali dalam menyebarkan syiar Islam.
Wallahu A'lam Bishawab
Sumber antara.com
Komentar
Posting Komentar