Sejarah singkat Sunan Ampel (Raden Rahmat) dan karomahnya
Nama asli Sunan Ampel adalah Ali Rahmatullah atau dikenal Raden Rahmat. Dia lahir pada tahun 1401 di negeri Champa dari pasangan Maulana Malik Ibrahim Asmaraqandy dan Dewi Candrawulan. Secara kekeluargaan, Sunan Ampel juga keponakan dari Raja Brawijaya Majapahit.
Meski memiliki darah bangsawan, Sunan Ampel tak suka berfoya-foya. Dia justru mendalami ajaran agama dan turut mendidik keluarga kerajaan. Tak hanya itu, dia juga dikenal sebagai sosok yang bijaksana hingga Raja pun sering meminta pendapat Sunan Ampel ketika menemui suatu masalah.
Misalkan saja kisah di mana Raja merasa resah dengan ritual Bhairawa Tantra. Dikutip dari "Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Ajaran Moh Limo Sunan Ampel" karya Ahmad Yulianto, sebagian masyarakat di Jawa kala itu menganut aliran Bhairawa Tantra yakni terkenal dengan ritual Panca Ma yang berarti mamsa (daging), matsya (ikan), madya (minuman keras), maithuna (bersetubuh), dan mudra (semedi).
Dalam pelaksanaan ritual tersebut, para laki-laki dan perempuan dalam keadaan telanjang membentuk lingkaran. Mereka makan dan minum arak sampai mabuk. Selanjutnya mereka akan melakukan seks bebas yang kemudian dilanjutkan dengan semedi bersama-sama.
Raja pun meminta saran Sunan Ampel untuk menghilangkan kebiasaan hina tersebut. Kemudian Sunan Ampel pun merekontruksi ajaran Panca Ma dengan Moh Limo.
Moh Limo ini merupakan ajaran yang selaras dengan nilai nilai Islam. Dalam bahasa Jawa Moh Limo artinya menolak melakukan lima hal, yakni moh ngombe (tidak mabuk), moh madat (tidak mengonsumsi narkoba), moh maling (tidak mencuri), moh main (tidak berjudi), dan moh medok (tidak melakukan zina).
Tak hanya itu, Sunan Ampel juga mendirikan pesantren wilayah Ampel Denta. Pesantren itu menjadi pusat pendidikan Islam yang berpengaruh bagi masyarakat di sekitarnya. Murid-muridnya yang telah dibekali ilmu pengetahuan mengenai agama Islam kemudian disebar ke berbagai daerah. Dua muridnya yang terkenal adalah Sunan Giri dan Raden Patah.
Dalam naskah-naskah kuno yang telah diterjemahkan, Sunan Ampel juga disebutkan memiliki kesaktian yang dalam Islam dikenal dengan nama karomah. Dikutip brilio.net dari liputan6.com, salah satu karomah Sunan Ampel adalah menghadirkan Mbah Sholeh yang telah meninggal.
Dalam kisahnya, Sunan Ampel dijelaskan merasa bersedih dan gelisah ketika Mbah Sholeh meninggal. Dia merupakan salah satu santri yang rajin dan taat. Sosok Mbah Sholeh juga cinta kebersihan dan selalu membersihkan masjid.
Suatu ketika, Sunan Ampel berucap "Kalau saja Mbah Sholeh masih hidup pasti masjid bersih". Tak disangka ucapan Sunan Ampel menjadi nyata. Keesokan hari, para santri melihat masjid kembali kinclong.
Bukan hanya itu, yang membuat santri dan masyarakat sekitar kaget, sosok Mbah Sholeh kembali hadir.
Masyarakat saat itu meyakini pembersih itu adalah Mbah Sholeh, santri Sunan Ampel. Dan seiring waktu, Mbah Sholeh kembali meninggal.
Sepeninggal Mbah Sholeh, Sunan Ampel terus mengulangi pernyataannya. Ucapan "kalau Mbah Sholeh masih hidup dan masjid jadi bersih" itu pun mengundang kehadiran Mbah Sholeh di masjid yang didirikan pada abad ke-18 sekitar 1430 Masehi. Demikian terus berulang sebanyak sembilan kali.
Kehadiran Mbah Sholeh berhenti usai Sunan Ampel meninggal. Makam Mbah Sholeh sendiri terdapat sembilan buah di pelataran masjid.
Dalam cerita rakyat, ada dua keyakinan mengenai Mbah Sholeh. Ada yang menganggap sosok yang hadir hanya menyerupai Mbah Sholeh yang sudah meninggal. Namun, banyak yang meyakini kehadiran Mbah Sholeh berulang kali tidak lain juga lantaran karomah yang dimiliki Sunan Ampel.
Komentar
Posting Komentar