Sejarah singkat Ki Ageng Selo
Nama asli Ki Ageng Ngabdurahman Sela menurut sebagian masyarakat adalah Bagus Sogom. Menurut naskah-naskah babad ia dipercaya sebagai keturunan langsung Brawijaya raja terakhir Majapahit.
Dikisahkan, Brawijaya memiliki anak bernama Bondan Kejawan, yang tidak diakuinya. Bondan Kejawan berputra Ki Getas Pandawa. Kemudian Ki Getas Pandawa berputra Ki Ageng Sela. Ki Ageng Sela memiliki beberapa orang putri dan seorang putra bergelar Ki Ageng Ngenis. Ki Ageng Ngenis berputra Ki Ageng Pemanahan, penguasa pertama Mataram.
Silsilah Keturunan Lengkap:
Ki Ageng Selo menikah dengan Nyai Ageng Selo / Nyai Bicak putri KI Ageng Ngerang, mempunyai 7 orang putra-putri:
1. Nyai Ageng Lurung Tengah
2. Nyai Ageng Saba
3. Nyai Ageng Basri
4. Nyai Ageng Jati
5. Nyai Ageng Patanen
6. Nyai Ageng Pakis Dadu
7. Ki Ageng Enis memiliki 2 orang putra:
1. Ki Ageng Pemanahan / Kyai Gede Mataram (Membuka Kota Gede Mataram pada tahun 1558 sebagai hadiah dari Raja Pajang), wafat pada tahun 1584, menikah dengan Nyai Sabinah (putri Ki Ageng Saba) mempunyai putra-putri 26 orang:
1. Adipati Manduranegara.
2. Kanjeng Panembahan Senopati / Raden Sutawijaya (Sultan Mataram ke 1, pendiri, 1587-1601) menikah dengan 3 istri melahirkan putra-putri 14 orang:
1. Gusti Kanjeng Ratu Pambayun / Retna Pembayun.
2. Pangeran Ronggo Samudra (Adipati Pati)
3. Pangeran Puger / Raden Mas Kentol Kejuro (Adipati Demak)
4. Pangeran Teposono.
5. Pangeran Purbaya / Raden Mas Damar
6. Pangeran Rio Manggala.
7. Pangeran Adipati Jayaraga / (Raden Mas Barthotot)
8. Pabembahan Hadi Prabu Hanyokrowati / Panembahan Sedo ing Krapyak (Sultan Mataram ke 2, 1601-1613) menikah dengan Ratu Tulung Ayu dan Dyah Banowati / Ratu Mas Hadi (Cicit dari Raden Joko Tingkir & Ratu Mas Cempaka), menurunkan putra-putri 12 orang:
1. Sultan Agung / Raden Mas Djatmika (1593-1645), Sultan Mataram ke 3 (1613-1645) menikah dengan Permaisuri ke 1 Kanjeng Ratu Kulon / Ratu Mas Tinumpak (putri Panembahan Ratu Cirebon ke 4 setelah Sunan Gunung Jati), permaisuri ke 2 Kanjeng Ratu Batang / Ratu Ayu Wetan / Kanjeng Ratu Kulon mempunyai 9 orang putra-putri:
- Raden Mas Sahwawrat / Pangeran Temenggong Pajang
- Raden Mas Kasim / Pangeran Demang Tanpa Nangkil
- Pangeran Ronggo Kajiwan
- Gusti Ratu Ayu Winongan
- Pangeran Ngabehi Loring Pasar
- Pangeran Ngabehi Loring Pasar
- Sunan Prabu Amangkurat Agung / Amangkurat I / Raden Mas Sayidin (Sultan Mataram ke 4, 1646-1677) wafat 13 Juli 1677 di Banyumas.
- Sunan Prabu Amangkurat II / Sunan Amral / Raden Mas Rahmat (Sunan Kartasura ke 1, 1677-1703)
- Sunan Prabu Amangkurat III (Sunan Kartasura ke 2, 1703-1705). 1. Susuhunan Pakubuwono I Pangeran Puger / Raden Mas Drajat (Sunan Kartasura ke 3, 1704-1719). 2. Raden Mas Sengkuk 3. Prabu Amangkurat IV (Mangkurat Jawi) wafat 20 April 1726 4. Kanjeng Pangeran Arya Mangkunegara (Mangkunegara I, 1757-1795) 5. Gusti Raden Ayu Suroloyo, di Brebes 6. Gusti Raden Ayu Wiradigda. 7. Gusti Pangeran Hario Hangabehi 8. Gusti Pangeran Hario Pamot 9. Gusti Pangeran Hario Diponegoro 10. Gusti Pangeran Hario Danupaya 11. Sri Susuhunan Pakubwono II / Raden Mas Prabasuyasa (Sunan Surakarta ke 1, 1726-1742)
- Gusti Pangeran Hario Hadinagoro
- Gusti Kanjeng Ratu Maduretno, Garwa Pangeran Hindranata
- Gusti Raden Ajeng Kacihing, Dewasa Sedho
- Gusti Pangeran Hario Hadiwijoyo
- Gusti Raden Mas Subronto, Wafat Dalam Usia Dewasa
- Gusti Pangeran Hario Buminoto
- Pangeran Hario Mangku umi Hamengku Buwono I (Sultan Yogyakarta Ke 1, 1717-1792)
- Sultan Dandunmatengsari
- Gusti Raden Ayu Megatsari
- Gusti Raden Ayu Purubaya
- Gusti Raden Ayu Pakuningrat di Sampang
- Gusti Pangeran Hario Cokronegoro
- Gusti Pangeran Hario Silarong
- Gusti Pangeran Hario Prangwadono
- Gusti Raden Ayu Suryawinata di Demak
- Gusti Pangeran Hario Panular
- Gusti Pangeran Hario Mangkukusumo
- Gusti Raden Mas Jaka
- Gusti Raden Ayu Sujonopuro
- Gusti Pangeran Hario Dipawinoto
- Gusti Raden Ayu Adipati Danureja I
- Raden Tumenggung Jaya Winata (Raden Tumenggung Gajah Cilik). 1. Raden Ayu Jayaningrat (Raden Ayu Gajah Teleno). 1. Raden Nganten Rangga Wanengpati. 1. Raden Nganten Jagaresa. 1. Raden Ngaten Prawirayuda 1. Raden Martasentana. 1. Raden Marta Prawira. 1. Raden Prawita (R.Prasetyodiatmono)
- Pratondho Bagus Hagnyo Asmoro
- Prabowo Wisnu Dwiyono Asmoro
- Pramudyo Aryo Pamungkas Asmoro
- Prabaningtyas Raras Rinukti Asmoro
- Pranastiti Andayani
- Pramulatingsih Rumanag
- Raden Nganten Sumilah
- KRT. Sumardi Wedya Dipuro
- Raden Sal Sulardi
- Raden Ayu Ketib Grobogan. 1. Raden Tumenggung Sonto Yudho I. 1. Raden Tumenggung Sonto Yudho II 1. Kangjeng Kyai Wiro Yudho. 1. Kangjeng Kyai Dipo Yudho. 1. Nyai Mas MertoMenggolo. 1. Nyai Mas Mangundipuro.
Kisah hidup Ki Ageng Sela pada umumnya bersifat legenda menurut naskah-naskah babad, yang dipercaya sebagian masyarakat Jawa benar-benar terjadi.
Ki Ageng Sela disebutkan pernah mendaftar sebagai perwira di Kesultanan Demak. Ia berhasil membunuh seekor banteng sebagai persyaratan seleksi, namun ngeri melihat darah si banteng. Akibatnya, Sultan menolaknya masuk ketentaraan Demak. Ki Ageng Sela kemudian menyepi di desa Sela sebagai petani sekaligus guru spiritual. Ia pernah menjadi guru Jaka Tingkir, pendiri Kesultanan Pajang. Ia kemudian mempersaudarakan Jaka Tingkir dengan cucu-cucunya, yaitu Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi.
Ki Ageng Sela juga pernah dikisahkan menangkap petir ketika sedang bertani. Petir itu kemudian berubah menjadi seorang kakek tua yang dipersembahkan sebagai tawanan pada Kesultanan Demak. Namun, kakek tua itu kemudian berhasil kabur dari penjara. Untuk mengenang kesaktian Ki Ageng Sela, pintu masuk Masjid Agung Demak kemudian disebut Lawang Bledheg (pintu petir), dengan dihiasi ukiran berupa ornamen tanaman berkepala binatang bergigi runcing, sebagai simbol petir yang pernah ditangkap Ki Ageng. Bahkan, sebagian masyarakat Jawa sampai saat ini apabila dikejutkan bunyi petir akan segera mengatakan bahwa dirinya adalah cucu Ki Ageng Sela, dengan harapan petir tidak akan menyambarnya.
Ki Ageng Sela meninggalkan warisan berupa ajaran moral yang dianut keturunannya di Mataram. Ajaran tersebut berisi larangan-larangan yang harus dipatuhi apabila ingin mendapatkan keselamatan, yang kemudian ditulis para pujangga dalam bentuk syair macapat berjudul Pepali Ki Ageng Sela.
Wallahu A'lam Bishawab
Sumber Wikipedia
Komentar
Posting Komentar