Sejarah singkat Giri Kedaton

Kedatuan Giri (disebut Giri Kadaton dalam bahasa Jawa) adalah sebuah kedatuan Islam yang terletak di Gresik, Jawa Timur dan eksis pada abad ke-15 hingga ke-17, sampai Giri ditaklukkan oleh Kesultanan Mataram pada tahun 1636.

Waktu itu Kedatuan Giri memiliki popularitas yang tinggi dikalangan intelektual Islam, sehingga banyak santri yang berasal dari berbagai penjuru Nusantara datang untuk belajar ilmu agama. Karena memiliki legitimasi yang kuat, para calon sultan dari Demak, Pajang dan Mataram Awal meminta legitimasi dari Sunan Giri sebelum memangku jabatan sebagai sultan. Ini terjadi karena pada masa itu, masyarakat Jawa menganut prinsip kekuasaan menurun, yakni bahwasaanya kekuasaan turun dari Tuhan maka dalam hal ini, karena kekuasaannya yang unik dalam agama bagi masyarakat Jawa itulah yang membuat Sunan Giri dan lembaga Kedatuan Giri diminta oleh kerajaan di Jawa kala itu untuk melegitimasi kekuasaan mereka layaknya Paus di Roma.

Kini lokasi Giri Kedaton menjadi bagian dari kompleks Makam Sunan Giri dimana Sunan Giri dan keluarga, termasuk Sunan Prapen disemayamkan.

Kedatuan Giri didirikan oleh Sunan Giri seorang anggota Walisongo, pada tahun 1481 Masehi. Beberapa waktu sebelumnya, Sunan Giri yang bernama awal Joko Samudro berguru kepada Sunan Ampel untuk mendalami ilmu agama. Kemudian Sunan Ampel memberi ia gelar Raden Paku. Raden Paku diminta untuk melanjutkan pendidikannya ke Pasai sebelum melanjutkan pendidikan lebih jauh ke Mekkah. Disinilah ia bertemu dengan ayahnya, Maulana Ishaq.

Selama beberapa bulan, Raden Paku tinggal disana untuk belajar ilmu Politik kepada ayahnya. Salah satu ilmu yang ia peroleh adalah mencari tempat strategis yang kelak dalam jangka panjang akan menjadi istana kerajaannya. Kemudian, Raden Paku dibekali segenggam tanah oleh ayahnya untuk mencari tempat dengan tanahnya yang mirip dengan segenggam tanah tersebut.

Sepulang dari Pasai, ia menemui Sunan Ampel untuk membicarakan hal tersebut. Lalu Raden Paku mulai melakukan ritual tapak tilas, di gunung-gunung yang ada di Gresik. Ritual tersebut berlangsung cukup lama dan Raden Paku terus berpindah-pindah dari gunung ke gunung lainnya. Sampai ketika suatu malam ia melihat sorot cahaya ketika ia salat Tahajud di Gunung Petukangan. Cahaya tersebut jatuh di puncak antara Gunung Petukangan dan Sumber. Puncak tersebut adalah tempat yang dicari Raden Paku selama ini. Tanah segenggamnya juga sama dengan tanah di puncak tersebut.

Ia dijuluki Sunan Giri karena membangun sebuah pesantren Giri yang didirikan pada tahun 1478, di puncak gunung tersebut. Dalam bahasa Sanserkerta gunung diterjemahkan sebagai giri.

Babad ing Gresik menyebut pesantren Giri sebagai "kerajaan Giri" dan dipimpin oleh Raden Paku, dengan mengangkat dirinya sebagai "Raja Pendhita" dan bergelar Prabu Satmita. H. J. De Graaf dan Samuel Wiselius juga menyebut pesantren Giri sebagai "kerajaan ulama" (Geestelijke Heeren).

Kedatuan Giri mengalami masa keemasan di bawah kepemimpinan Sunan Prapen tahun 1548 - 1605. Kekuasaan Sunan Giri (sebagai gelar penyandang kekuasaan) pada waktu itu dapat disejajarkan dengan kekuasaan Paus di Roma bagi Eropa pada Abad Pertengahan. Hampir semua peristiwa penting yang menyangkut perubahan kepemimpinan di pusat kerajaan Islam pada waktu itu harus dilakukan di Kedatuan Giri, tidak hanya sekadar sekolah agama, tetapi juga menjadi sebuah kedatuan yang meiliki kekuatan politik.

Misalnya, Sunan Prapen yang dikisahkan menjadi pelantik Sultan Adiwijaya sultan Pajang pertama. Ia juga menjadi mediator pertemuan antara Adiwijaya dengan para bupati Jawa Timur tahun 1568 M. Dalam pertemuan itu, para bupati Jawa Timur sepakat mengakui kekuasaan Pajang sebagai kelanjutan Kesultanan Demak.

Sunan Prapen juga menjadi juru damai peperangan antara Panembahan Senopati raja Mataram melawan Jayalengkara bupati Surabaya tahun 1588 M. Peperangan itu dilatarbelakangi oleh penolakan para bupati Jawa Timur terhadap kekuasaan Senopati yang telah meruntuhkan Kesultanan Pajang.

Tidak hanya itu, Sunan Prapen hampir selalu menjadi pelantik setiap ada raja Islam yang naik takhta di segenap penjuru Nusantara.

Kesultanan Mataram dibawah pemerintahan Sultan Agung menghendaki agar Giri Kedaton tunduk sebagai daerah bawahan. Pada tahun 1630 M Kedatuan Giri di bawah pimpinan Sunan Kawis Guwa menolak kekuasan Mataram. Tidak seorang pun perwira Mataram yang berani menghadapi Giri. Rupanya mereka masih takut akan kekeramatan Walisongo meskipun dewan tersebut sudah tidak ada lagi.

Sultan Agung pun menunjuk iparnya, yaitu Pangeran Pekik putra Jayalengkara dari Surabaya untuk menghadapi Giri. Semangat pasukan Mataram bangkit karena Pangeran Pekik merupakan keturunan Sunan Ampel, sementara Sunan Kawis Guwa adalah keturunan Sunan Giri, di mana Sunan Giri adalah murid Sunan Ampel.

Perang akhirnya dimenangkan oleh Mataram atas penaklukkan Giri sekitar tahun 1636 M. Sunan Kawis Guwa dipersilakan untuk tetap memimpin Giri dengan syarat harus tunduk kepada Mataram.

Sejak saat itu wibawa Giri pun memudar. Pengganti Sunan Kawis Guwa tidak lagi bergelar Sunan Giri, melainkan bergelar Panembahan Ageng Giri. Gelar ini memengaruhi penguasa Kerajaan Tanjungpura di Kalimantan Barat ketika memeluk Islam menggunakan gelar Panembahan Giri Kusuma.

Kedatuan Giri yang sudah menjadi bawahan Mataram kemudian mendukung pemberontakan Trunojoyo dari Madura terhadap pemerintahan Amangkurat I (putra Sultan Agung). Panembahan Ageng Giri aktif mencari dukungan untuk memperkuat barisan pemberontak.

Puncak pemberontakan terjadi tahun 1677 M di mana Kesultanan Mataram mengalami keruntuhan. Amangkurat I sendiri tewas dalam pelarian. Putranya yang bergelar Amangkurat II datang ke Kadilangu untuk menemui Panembahan Natapraja salah satu sosok sesepuh keturunan Sunan Kalijaga yang dianggap bijaksana dan kuat serta memiliki pasukan yang siap membantu Amangkurat II, selain itu Amangkurat juga bersekutu dengan VOC untuk melancarkan aksi pembalasan.

Amangkurat II yang menjadi raja tanpa takhta berhasil menghimpun dukungan dan kekuatan yang akhirnya dapat menghancurkan pemberontakan Trunojoyo akhir tahun 1679 M. Sekutu Trunojoyo yang bertahan paling akhir adalah Kedatuan Giri.

Pada bulan April 1680 M serangan besar-besaran terhadap Giri dilancarkan oleh Panembahan Natapraja dari Adilangu dan juga didukung oleh VOC yang membantu Amangkurat II. Murid andalan Giri yang menjadi panglima para santri bernama Pangeran Singosari gugur dalam peperangan setelah berduel melawan Panembahan Natapraja. jumlah Pasukan Adilangu (pasukan Natapraja) hanya sedikit namun dapat memporak porandakan pasukan Giri kedaton.

Peristiwa ini tercatat dalam Babad Trunajaya-surapati.

Wallahu A'lam Bishawab

Sumber Wikipedia



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makam Syech Asyari, Santri Sunan Ampel

Sejarah singkat Makam Patih Barat Ketigo

Sejarah singkat Mbah Raden Sunaryo (Mbah Aryo Susuli)